Siska Sofiana Sinaga adalah seorang bidan di pulau kecil Siau yang terletak sebelah utara dari Manado. Siska bertanggung jawab atas ruang neonatal di rumah sakit setempat. Dia naik kapal selama 10 jam untuk datang ke Tomohon di mana dia mengikuti pelatihan resusitasi dan stabilisasi dan juga disertifikasi sebagai pelatih sehingga dia dapat kembali dan melatih perawat dan bidan lain di Siau. Dia berkata, “Pelatihan ini, dengan alat resusitasi genggam, lebih mudah dan lebih cepat untuk diterapkan pada bayi baru lahir. Dalam waktu kurang dari satu menit setelah melahirkan, kami dapat membantu bayi baru lahir yang mungkin mengalami kesulitan bernapas. Kalau biasa yang kami gunakan itu harus dipasang dengan oksigen lebih rumit dan membutuhkan waktu lebih lama untuk memulainya. Sebagai kepala ruang neonatal, saya berharap dapat kembali dan mengajar rekan-rekan saya di rumah sakit untuk menerapkan teknik resusitasi dan stabilisasi ini.” Ketika ditanya apakah dia memiliki kata-kata untuk para donor yang menyediakan dana untuk pelatihan, dia menjawab. “Apalagi karena saya dari kepulauan kecil, kalau bukan karena event ini, saya mungkin tidak bisa meng-update keterampilan saya. Saya sangat berterima kasih karena dengan pelatihan ini saya merasa tidak akan ketinggalan sehingga kami dapat membantu masyarakat kepulauan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian bayi di daerah kami.”
Dr. George Groberg mengenang awal mula program ini di Indonesia, “pada tahun 1995 saya beruntung ikut serta dengan kelompok dokter dan perawat sukarela di bawah arahan Dr. Rob Clark yang membawa Program Resusitasi Bayi Baru Lahir (Newborn Resuscitation Program, NRP) ke China. Latter-day Saint Charities mulai mendukung upaya yang layak ini dan menanyakan apakah program semacam itu dapat dilakukan di Indonesia. Saya mulai dengan berkomunikasi dengan beberapa dokter spesialis anak di Indonesia yang tergabung dalam American Academy of Pediatrics. Pada tahun 1996 saya pergi ke Indonesia untuk memastikan apakah ada minat dan belajar dengan siapa yang terbaik untuk berjejaring. Setiap dokter dan institusi yang saya ajak bicara merekomendasikan Perhimpunan Perinatal Indonesia, yang disebut Perinasia. Mereka memiliki jaringan di seluruh Indonesia dan memiliki mandat untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi secara nasional.” Dalam setahun Dr. Groberg kembali ke Indonesia dan bersama dokter lain dari AS, melatih para pemimpin Perinasia untuk menjadi pelatih NRP dan kemudian menemani mereka pada sesi pelatihan pertama mereka pada tahun 1997 di Manado, yang terletak di ujung utara pulau Sulawesi. Dr. Groberg melanjutkan, “Sekitar tahun 2011 kami menyadari bahwa pelatihan NRP tidak cocok bagi mereka yang melakukan sebagian besar persalinan, yaitu para bidan di pusat persalinan. Jadi, untuk memberikan dampak yang lebih besar pada kelangsungan hidup neonatal, keputusan dibuat untuk menawarkan kursus baru: Membantu Bayi Bernapas (Helping Babies Breath, HBB). Kursus ini, dari American Academy of Pediatrics, dirancang untuk bidan daripada dokter berbasis rumah sakit. Masih bekerja dengan orang-orang hebat Perinasia, Dr. Michael Visick membawa tim pelatih pertama ke Indonesia sekitar tahun 2011 untuk memulai kursus HBB ini. Bolehkah saya mengatakan bahwa kesempatan bekerja dengan para pemimpin dan pelatih Perinasia yang berdedikasi, dan berpengetahuan luas di Indonesia telah menjadi salah satu kehormatan dan berkah terbesar dalam hidup saya.” Kemitraan selama 27 tahun antara yayasan kemanusiaan Gereja dan Perinasia terus menyediakan pelatihan dan peralatan yang dibutuhkan untuk pekerjaan penting ini.
Salah satu pelatih dari Perinasia, Dr. Setya Dewi Lusyati menceritakan saat pertama kali mengetahui pelatihan HBB. “Pada tahun 2013 sekelompok 7 dokter, termasuk saya, melakukan perjalanan ke Salt Lake City untuk mengikuti kursus. Ketika saya melihat pelatihan ini saya berpikir, wow, ini sangat berguna, karena tidak hanya mengajarkan tentang resusitasi tetapi juga tentang proses stabilisasi bayi setelah resusitasi.” Ia menyadari hal ini sebagai celah dalam sistem perawatan bayi baru lahir di Indonesia saat itu dan segera mulai berpikir tentang bagaimana ia dapat membantu membawa pelatihan ini kembali ke perawat di rumah sakit Harapan Kita, tempat ia bekerja di Jakarta. Sejak saat itu, dia tidak hanya merelakan waktunya sebagai pelatih tetapi dia juga menulis banyak materi pelatihan yang saat ini digunakan di Indonesia dan dia memasukkan tiga topik tambahan yang tidak tercakup dalam pelatihan aslinya.
Dr Rudy Firmansyah, seorang dokter anak dengan pengalaman 22 tahun dalam perawatan neonatal dan salah satu pelatih untuk sesi train-the-trainers berkomentar, “Metode HBB sangat bermanfaat bagi bidan dan praktisi karena metodenya sederhana dan mudah diterapkan.” Ketika ditanya manfaat apa yang diharapkannya dari pelatihan di Tomohon, beliau mengatakan, “Di Sulawesi Utara, fasilitas rumah sakit seringkali jauh dari pedesaan. Misalnya, salah satu bidan yang mengikuti program train-the-trainer hari ini menempuh perjalanan lebih dari 10 jam dari pulau terpencil untuk sampai ke sini. Program ini akan berdampak pada komunitas ini dalam dua cara. Dalam jangka pendek, angka kematian bayi akan menurun dan kedua, hasil jangka panjang bayi dengan masalah pernapasan juga akan lebih baik.” Kepada masyarakat yang telah menyumbangkan dana untuk pelatihan ini Dr. Firmansyah mengatakan, “Pertama-tama, terima kasih banyak atas sumbangan amal Anda. Kedua, saya ingin menyampaikan penghargaan yang tulus dari para bidan atas pelatihan dan peralatan medis yang mereka terima. Ketika kami kembali nanti untuk mengamati dampak pelatihan, kami akan menemukan bahwa mereka telah mengajari rekan mereka dan dengan demikian lebih banyak petugas layanan kesehatan akan dapat mencegah kematian neonatal dan meningkatkan hasil kesehatan.”
- Tomohon-demo.JPG
- Tomohon-Machine.JPG
- Tomohon-Group-Photo.JPG
- Tomohon-classroom.JPG
- Tomohon-class-2.JPG
1 / 2 |
Pelatihan di Tomohon adalah salah satu dari sekian banyak sesi pelatihan yang telah diadakan di seluruh Indonesia dan beberapa lagi yang saat ini direncanakan di lokasi terpencil lainnya termasuk Kalimantan. Sesi pelatihan di Tomohon berlangsung selama 6 hari dan dihadiri oleh lebih dari 100 bidan, perawat, dan dokter. Para dokter yang mengajar kelas-kelas ini semuanya merelakan waktunya untuk datang ke tempat-tempat terpencil ini untuk mengadakan pelatihan. Kelas sangat interaktif dan partisipatif dengan tingkat antusiasme dan keterlibatan yang tinggi antara guru dan siswa.